ILMU BUDAYA DASAR



BAB VI Manusia dan pandangan hidup
Cita-Cita

Cita-cita merupakan keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan maupun tujuan merupakan apa yang ingin di peroleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan pada pandangan  hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi. Dengan kata lain cita-cita merupakan keinginan, harapan dan tujuan yang makin tinggi tingkatnya.




Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut dengan angan-angan. Di sini persyaratan dan kemampuan tidak/belum di penuhi sehingga usaha untuk mewujudkan cita-cita tersebut tidak mungkin di lakukan. Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai apa yang di cita-citakannya. Hal itu tergantung dari 3 faktor berikut:
1.       manusia yang memiliki cita-cita
faktor manusia yang mau mencapai cita-cita di tentukan oleh kualitas manusianya. Ada orang yang tidak berkemauan, sehingga apa yang di cita-citakan hanya merupakan khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang memang senang berkhayal tetapi sulit mencapai apa yang di cita-citakan karena kurang mengukur dengan kemampuannya sendiri. Sebaliknya dengan anak yang dengan kemauan keras ingin mencapai apa yang di cita-citakan, cita-cita merupakan motivasi atau dorongan dalam menempuh hidup untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan suatu perjuangan hidup yang bila berhasil akan menjadikan dirinya puas.
2.       Faktor kondisi  yang di hadapi selama mencapai apa yang di cita-citakan
Faktor kondisi yang mempengaruhi tercapainya cita-cita. Pada umumnya dapat di sebut yang menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita sedangkan faktor yang menghambat merupakan kondisi yang merintangi tercapainya suatu cita-cita.
3.       Faktor tingginya cita-cita
Faktor tingginya cita-cita yang merupakan  faktor ketiga dalam mencapai cita-cita. Memang ada anjuran agar seseorang menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Tetapi bagaimana faktor manusianya, mampukah yang bersangkutan mencapainya. Demikian juga faktor kondisinya memungkinkan hal itu. apakah dapat merupkan pendorong atau penghalang cita-cita. Sementara itu ada lagi anjuran, agar seseorang menempatkan cita-citanya yang sepadan atau sesuai dengan kemampuannya. Pepatah mengatakan “bayang-bayang setinggi badan” artinya mencapai cita-cita sesuai dengan kemampuan dirinya. Anjuran yang terakhir ini menyebabkan seseorang secara bertahap mencapai apa yang di idam-idamkan. Pada umumnya di lakukan dengan penuh perhitungan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki saat itu serta kondisi yang di laluinya.
Contoh study kasus:
Pada mulanya Dzafar adalah seorang pedagang kecil, pedagang kaki lima. Ia menyadari bahwa dengan modalnya yang kecil maka dengan susah payah di perolehnya keuntungan yang berarti. Karena itu dengan hematnya di sisihkan uang keuntungannya untuk memperbesar modalnya. Hal itu berhasil di perolehnya, sehingga dengan modal yang lebih besar ia dapat menjadi pedagang menengah dan dengan ketekunannya lagi di lanjutkan kegiatannya dalam dagang. Dengan kejujuran serta kesungguhannya dapatlah ia memperbesar usahanya melalui kredit yang di percayakan bank kepadanya. Dengan pengalaman sebagai bekal, kesungguhan serta kepercayaan yang dapat di berikan kepada relasi Dzafar berhasil menjadi pedagang besar. Cita-citanya berangsur dari pedagang kecil ke pedagang menengah dan akhirnya tercapai menjadi pedagang besar.

Suatu cita-cita tidak hanya dimiliki individu, masyarakat dan bangsapun memiliki cita-cita juga. Cita-cita suatu bangsa merupakan keinginan atau tujuan suatu bangsa. Misalnya bangsa indonesia mendirikan suatu negara yang merupakan sarana untuk menjadi suatu bangsa yang masyarakatnya memiliki keadilan dan kemakmuran.

Kebajikan

Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik. Makhluk bermoral atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia hidup bermasyarakat manusia saling membutuhkan saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci saling merugikan dan lain sebagainya.
Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia meniggal karena merupakan pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru karena itu karena mementingkan diri sendiri seringkali manusia tidak mengenal kebajikan.
Suara hati selalu memilih yang baik , sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya. Oleh karena itu kalau seseorang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan suara hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Sebaliknya perbuatan atau tindakan berlawanan dengan suara hati kita, maka perbuatan atau tindakan itu buruk. Misalnya suara hati kita mengatakan “tolonglah orang yang sedang menderita itu” dan kita berbuat menolongnya, maka kita membuat kebajikan. Sebaliknya apabila hati kita berkata demikian namun kita hanya seolah-olah tak mendengarkan suara hati itu, maka munafiklah kita.
Faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal:
1.       Faktor pembawaan
Faktor ini biasa di sebut (heriditas) yang telah di tentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan hal yang di turunkan atau di pusakai oleh orang tua. Tetapi mengapa mereka yang saudara sekandung tidak memiliki pemmbawaan yang sama? Hal itu di sebabkan karena sel-sel benih yang mengandung faktor-faktor penentu (determinan) berjumlah sangat banyak. Pada saat konsepsi saling berkombinasi dengan cara bermacam-macam sehingga menghasilkan anak yang bermacam-macam juga prinsipnya variasi dalam keturunannya. Namun mereka yang bersaudara memperlihatkan kecondongan kearah rata-rata, yaitu sifat rata-rata yang dimiliki oleh mereka yang saudara sekandung (prinsip regresi filial). Pada masa konsepsi atau pembuahan itulah terjadi pembentukan tempramen seseorang.
2.       Faktor lingkungan
Faktor yang menentukan tingkah laku seseorang adalah lingkungan (environment). Lingkungan yang membentuk seseorang merupakan alam kedua yang terjadinya setelah seorang anak lahir (masa pembentukan seseorang waktu masih dalam kandungan merupakan alam pertama) lingkungan membentuk jiwa seseorang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga orang tua maupun anak-anak yang lebih tua merupakan panutan seseorang, sehingga bila yang di anut sebagai teladan berbuat yang baik-baik, maka si anak yang tengah membentuk diri pribadinya akan baik juga. Dalam lingkungan sekolah yang menjadi panutan utama adalah guru. Sementara itu teman-teman sekolah ikut serta memberikan andilnya. Dalam lingkungan sekolah tokoh panutan seorang anak sudah memiliki posisi yang lebih luas di bandingkan dengan dalam keluarganya. Selain tokoh-tokoh dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat yang merupakan person, kepribadian seseorang anak juga memperoleh pengaruh dari benda-benda atau peralatan dalam lingkungan tersebut yang merupakan non person. Karena itu dalam pembentukan kepribadian pada umumnya anak-anak kota lebih tampil di bandingkan dengan anak pedesaan, namun dalam hubungan bermasyarakat lebih-lebih yang berjenjang anak-anak daerah pedesaan lbih unggul dibandingkan dengan anak-anak kota.
3.       Faktor pengalaman
Faktor yang menentukan tingkah laku seseorang adalah pengalaman yang khas yang pernah di peroleh oleh manusia baik pengalaman pahit yang sifatnya negatif mauipun pengalaman manis yang sifatnya positif, memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu di pergunakan sebagai pertimbangan sebelum seseorang mau menolong orang dalam kesusahan tetapi karena pernah memperoleh pengalaman pahit waktu ingin menolong seseorang sebelumnya, maka niat baiknya itu tertahan sehingga di urungkan untuk membantu belajar hidup dari pengalaman inilah yang merupakan pembentukannya budaya dalam diri seseorang.

Contoh study kasus:
Retno tidak setuju jalan depan rumahnya di perlebar, karena harus memotong bagian depan rumahnya. Tetapi masyarakat kampung mengusulkan dan telah di setujui jalan itu harus di perlebar demi kemanan. Akhirnya karena desakan seluruh warga, dengan sangat terpaksa Retno menyetujuinya.
Dari study kasus tersebut dapat di lihat bahwa baik atau buruknya itu dilihat terhadap suara hati sendiri. Meskipun demikian harus di nilai dan di ukur menurut suara atau pendapat umum. Di sini tidak berarti bahwa pendapat umum atau kepentingan umum itu di atas segalanya.

Kesimpulan :
Setiap manusia pasti mempunyai cita-cita, meskipun cita-citanya itu berbeda setiap manusia ada dua pilihan dalam setiap cita-citanya pilihan pertama tercapainya cita-cita tersebut dan pilihan ke dua cita-citanya sama sekali tidak tercapai atau gagal ! yang biasanya di sebut ini sebagai suatu khayalan. Menurut saya, tercapai atau tidaknya suatu cita-cita adalah bagaimana kita bersungguh-sungguh atau tidaknya dalam mencapai cita-cita tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhi cita-cita itu sama saja dan saling keterkaitan satu sama lain dan pada dasarnya semua itu kembali ke diri masing-masing bagaimana menanggapi sebuah cita-cita apakah bersungguh atau tidak. Begitupun dengan kebajikan, kebajikan terdapat beberapa faktor yang menentukan pola tingkah lakunya, menurut saya kalau di urutkan dari ketiga faktor tersebut dari urutan yang tertinggi hingga terendah tidak ada faktor yang tertinggi maupun terendah tingkat kebajikan semua itu sama dan hubungannya erat sekali satu sama lain, dan kebajikan berlandaskan pada suara hati dan keyakinan terhadap tuhan.

Sumber :
MP.Suyadi,Drs; Ilmu budaya Dasar;Modul UT;PT karunika,jakarta, 1990.
Koentjaraningrat;kebudayaan mentalitas dan pembangunan;PT Gramedia,jakarta,1990.
Konsorsium Antar Bidang;Ilmu budaya Dasar,Dept,P&K,1982.







Follow Me On Twitter Follow Me On Instagram Follow Me On Facebook ndorogestii@gmail.com Follow Me On Fanpage Facebook

0 Response to "ILMU BUDAYA DASAR"

Post a Comment