pelanggaran di bidang IT serta undang-undang internet dan transaksi elektronik






Penjelasan hak cipta berdasarkan undang-undang dan contoh pelanggaran hak cipta
Sebelum saya menjelaskan undang-undang yang terkait dengan pelanggaran TI, saya akan menjelaskan apa itu hak cipta moral dan hak ekonomi. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. 


1.   Undang-undang yang menjelaskan tentang hak cipta di bidang TI dan sanksinya



 Ø  Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
·         membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
·         mengimpor dan mengekspor ciptaan,
·         menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
·         menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
·         menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusikaktorpenari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang" (droit d'aueteur, author right) terbagi menjadi "hak ekonomi" dan "hak moral" (Hutagalung, 2012).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.


2.   Undang-undang tentang ITE dan sanksinya

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008 , walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
    1. Pasal 27 UU ITE Tahun 2008: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
    2. Pasal 28 Undang-Undang ITE Tahun 2008:  Setiap orang yang sengaja tanpa hak menyebarkan dengan bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
    3. Pasal 29 Undang-Undang ITE Tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana 45(3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Dua miliar rupiah).
    4. Pasal 30 Undang-Undang ITE Tahun 2008 ayat 3: Setiap orang yang snegaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8(delapan) dan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
    5. Pasal 33 Undang-Undang ITE Tahun 2008: Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggu system elektronik dan atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
    6. Pasal 34 Undang-Undang ITE Tahun 2008 : Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.
    7. Pasal 35 Undang-Undang ITE Tahun 2008: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut seolah-olaj data yang otentik (Phising=penipuan situs).
3.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pasal 362 KUHP yang dikenakan kasus carding. Pasal 387 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalu e-mail yang dikirim oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pasal 331 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di internet dengan penyelenggara dari Indonesia. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran porngrafi. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain.
4.   Undang-Undang No36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka(1) Undang-undang no 36 Tahun 1999, telekomunikasi adalah setipa pemasaran, pengiriman, dan atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem eletromagnetik lainnya.
5.   Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang dokumen Perusahaan
Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya(alat penyimpanan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditranformasikan.
Misalkan Compact Disk-Read Only Memory(CD-ROM), dan White-Once-Read-Many(WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
6.   Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang perubahan
Atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang(Pasal 2 Ayat(1)Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang perbankan.
7.   Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara eletronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. Karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering  digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui buletin board atau mailing list.
Contoh Kasus
Tiga tersangka kasus pembajakan piranti lunak (software) komputer ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya di Penjaringan, Jakarta Utara, akhir pekan lalu. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya AKBP Chryshnanda di Jakarta, Senin (27/4), mengatakan, tersangka bernama EB, JK dan AT ditangkap di salah satu rumah yang dipakai untuk membajak piranti lunak komputer.Polisi punya bukti kuat bahwa mereka telah memproduksi dan menggandakan piranti lunak dengan menggunakan mesin duplikator, katanya. “Tidak hanya membajak program komputer yang saat ini sedang diminati pasar tapi juga program permainan (game),” katanya.
Para tersangka mengaku menjual hasil produksinya ke para pedagang eceran di Jakarta dan sekitarnya. Barang bukti yang berhasil disita antara lain sembilan mesin duplikator berkapasitas 75 lot dan 32 lot, CD writer, 14.500 keping CD piranti lunak, 4.800 keping CD-R kosong, 28 unit printer dan 45 dus isi label.
Selain itu polisi juga menyita tiga unit CPU komputer, dua unit keyboard, dua unit monitor, lima unit scanner dan satu pemotong kertas serta satu mobil yang digunakan pelaku untuk mengangkut hasil produksi. Tersangka dijerat dengan pasal 72 ayat 1 dan ayat 2 UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

Referensi :
1.   Iqbalhabibie.staff.gunadarma.ac.id/downloads/folder/0.04
2.   6h-cyberstalking.blogspot.com





Follow Me On Twitter Follow Me On Instagram Follow Me On Facebook ndorogestii@gmail.com Follow Me On Fanpage Facebook

0 Response to "pelanggaran di bidang IT serta undang-undang internet dan transaksi elektronik"

Post a Comment